Ikhlas dan Menghadirkan Niat Dalam Semua Perbuatan dan Ucapan; Baik yang Terang-terangan Maupun yang Sembunyi-sembunyi
disalin dari Syarah Riaydush Shalihin Jilid I, yang ditulis oleh Syaikh Salim bin Ied al-Hilali
قَالَ اللَّه تعالى (البينة 5): {وما أمروا إلا ليعبدوا اللَّه مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة وذلك دين القيمة}.
Allah Ta'ala Berfirman
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Al-Bayyinah:5
Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan bahwa Dia telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk senantiasa mengesakan-Nya, meninggalkan agama-agama yang sesat menuju agama islam, karena islam merupakan agama yang lurus, yang penuh kemudahan dan toleransi, atau agama umat yang lurus lagi benar.
Inilah yang membedakan umat islam dari orang-orang kafir dari sisi 'aqidah dan perilaku. Sebab, yang demikian itu merupakan bagian dari diutusnya Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam.
وقَالَ تعالى (الحج 37): {لن ينال اللَّه لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى مِنْكم}.
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.(Al-Hajj:37)
Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan bahwa Dia telah mensyariatkan kepada kalian untuk menyembelih binatang kurban, agar kalian mengingat-Nya pada saat menyembelihya. Sesungguhnya Dia Mahapemberi rizki, Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh, daging dan darah hewan kurban itu sama sekali tidak dapat mencapai-Nya. Sebab Dia adalah Rabb yang memberi makan dan tidak diberi makan, Dia Mahakaya atas segala sesuatu selain diri-Nya.
Dulu, kaum Jahiliyyah jika menyembelih hewan dimaksudkan untuk dipersembahkan bagi berhala-berhala mereka, dengan meletakan daging-daging hewan kurban itu di atasnya, dan menyiramkan darahnya ke berhala-berhala tersebut. Lalu para Sahabat Rasulullah berkata:"Kita lebih patut untuk menyiramkannya." Lalu Allah menurunkan ayat ini, seraya menjelaskan bahwa Dia akan menerima (kurban) dari orang yang bertakwa yang menghendaki keridhaan-Nya semata. Di sini terdapat peringatan akan ditolaknya amal perbutan jika tidak disertai niat yang tulus.
وقَالَ تعالى (آل عمران 29): {قل إن تخفوا ما في صدوركم أو تبدوه يعلمه اللَّه}.
Allah Ta'ala berfirman
Allah yang Mahasuci lagi Mahatinggi memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya bahwa Dia mengetahui segala yang tersembunyi dan yang nampak, dan tidak ada sesuatu yang tersembunyi dari-Nya, bahkan ilmu-Nya meliputi yang ada di langit, di bumi, dan apa yang ada diantara keduanya. Tidak ada hal sekecil apa pun di belahan bumi ini, baik di lautan, daratan, maupun pegunungan, yang terlepas dari pengawasan-Nya.
Yang demikian itu merupakan peringatan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala bagi hamba-hamba-Nya agar takut dan tidak melanggar apa yang dilarang dan dimurkai-Nya. Sebab, Dia mengetahui segala urusan mereka, dan Dia Mahakuasa untuk membalas dan menimpakan siksa kepada mereka. Andaipun, Dia menunda siksaan bagi mereka, sesungguhnya Dia hanya menangguhkan saja, tidak melalaikannya. Selanjutnya, Dia akan menimpakan dengan siksaan dari yang Mahaperkasa dan Mahaluas.
Jika seorang hamba memperhatikan semua peringatan tersebut dan melakukan amalan shalih, maka ia benar-benar seorang yang tulus lagi berada dalam kebenaran.
Hadits No 1
وعَنْ أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب بن نفيل بن عبد العزى بن رياح بن عبداللَّه بن قرط بن رزاح بن عدي بن كعب بن لؤي بن غالب القرشي العدوي رَضيَ اللَّه عَنْهُ قَالَ سمعت رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم يقول: إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى. فمَنْ كانت هجرته إِلَى اللَّه ورسوله فهجرته إِلَى اللَّه ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إِلَى ما هاجر إليه متفق عَلَى صحته. رواه إماما المحدثين: أبو عبد اللَّه محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبه الجعفي البخاري، وأبو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري رَضيَ اللَّه عَنْهما في كتابيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة.
(Diriwayatkan oleh dua Imam ahli hadits: Abu 'Abdillah bin Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju'fi al-Bukhari dan Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairiy an-Naisaburi -semoga Allah meridhai mereka semua- , dalam kedua kitab shahihnya, yang keduanya merupakan kitab yang paling shahih di antara kitab-kitab lainnya.
Pengesahan hadits:
diriwayatkan oleh al-Bukhari (I/9 -Fath) dan Muslim (1907).
Telah dinukil secara mutawatir (perkataan) dari para Imam dalam menghormati nilai hadits ini. Tidak ada dalam hadits Nabi Shalallahu'alaihi wa salam yang lebih mencakup serta bermanfaat dari hadits ini. Sebab, hadits tersebut merupakan salah satu hadits yang menjadi poros islam.
Kandungan Hadits:
- Niat merupakan suatu keharusan dalam suatu perbuatan, baik itu yang ditujukan pada wujud perbuatan itu sendiri, seperti shalat misalnya, maupun sesuatu yang menjadi sarana bagi perbuatan lainnya, misalnya thaharah (bersuci). Yang demikian itu, karena ikhlas tidak tergambar wujudnya tanpa adanya niat. Dalam hal tersebut, saya tidak mendapatkan perbedaan pendapat dikalangan para ulama kecuali dalam hal sarana. Adapun mengenai maksud dan tujuan, mereka satu kata (sepakat). Perbedaan juga terjadi pada penyertaan niat pada awal perbuatan.
- Niat itu tempatnya di dalam hati dan tidak perli dilafazkan dengan lisan. Yang demikian itu telah menjadi kesepakatan para ulama, dalam semua ibadah, thaharah, shalat, zakat, puasa, haji, pemerdekaan budak, jihad, dan ibadah-ibadah lainnya. sedangkan melafazhkan niat dengan lisan merupakan bid'ah yang menyesatkan. Dan sungguh telah keliru orang yang beranggapan bahwa melafazhkan niat diperbolehkan untuk ibadah haji, sedangkan ibadah yang lainnya tidak diperbolehkan. Kekeliruan ini disebabkan karena dia tidak dapat membedakan antara talbiyah dan niat. Mengenai hukum niat ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah menjelaskannya secara panjang lebar dalam sebuah risalah tersendiri.
- Amal-amal shalih harus disertai dengan niat-niat yang baik. Niat yang baik tidak akan mengubah kemunkaran menjadi kebaikan, dan bid'ah menjadi Sunnah. Banyak orang yang mengharapkan kebaikan tetapi tiada pernah menggapainya.
- Ikhlas karena Allah merupakan salah satu syarat diterimanya amal perbuatan. Sebab, Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan menerima amal perbuatan kecuali yang paling tulus dan benar. Yang paling tulus adalah amal yang dilakukan karena Allah, dan yang paling benar adalah yang sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shalallahu'alaihi wa salam yang shahih.
Komentar
Posting Komentar